10 Poin Kunci dalam Strategi & Perencanaan Cetak Biru Enterprise Content Management
Istilah Enterprise Content Management sudah menjadi payung besar untuk mengelola aset informasi yang tak terstruktur dalam 3 teknologi turunan berikut ini:
- Enterprise Document Management, untuk kebutuhan pustaka digital seluruh dokumen-dokumen bisnis ataupun kebutuhan knowledge management.
- Enterprise Portal, atau juga disebut sebagai Web Content Management. Dimana penggunaan konten web harus bisa memenuhi kebutuhan pelbagai stakeholder, bukan hanya pegawai internal perusahaan, tapi juga untuk kebutuhan pemenuhan informasi ke pihak eksternal seperti rekanan bisnis, pelanggan, ataupun badan pengawasan regulasi tertentu.
- Enterprise Digital Aset Managament. Misal untuk aset informasi berwujud multimedia seperti file fotografi, video rekaman dalam produksi hiburan, musik atau e-book dalam perdagangan konten multimedia ritel, rekaman pengadilan dalam organisasi hukum, dll.
Kebanyakan implementasi solusi Enterprise Content Management (ECM) cenderung menemui kegagalan karena langsung terjun pada desain teknis dan pengembangan aplikasi. Hal ini dikarenakan dua fase krusial sebelumnya, yaitu Strategy & Planning sering dilewatkan dan sepenuhnya diserahkan menjadi tanggung jawab pihak TI saja tanpa perencanaan dan penyelarasan bisnis yang matang.
Dalam mengembangkan strategi ECM, kita harus mengikutsertakan pendekatan sistemik yang menyeluruh, dimana tak hanya mempertimbangkan aspek teknologinya saja, namun yang tak kalah penting juga aspek tata kelola informasi (Information Governance), kerjasama aktif yang terstruktur secara organisasional antara pihak bisnis & TI, serta formalisasi pendefinisian prosedur dalam pengelolaan konten yang berkesinambungan dan terukur kinerjanya. Hal ini untuk memastikan solusi ECM bisa benar-benar selaras dan menyatu dengan strategi bisnis dan kultur organisasi secara efektif.
Berdasarkan studi kasus implementasi perencanaan strategi ECM di beberapa organisasi, berikut poin-poin kunci yang perlu dirumuskan di fase strategi & perencanaan cetak biru ECM:
1. Mendefinisikan ECM Business Case untuk prioritasisasi program-program ECM dalam suatu Roadmap, sehingga bisa selaras antara inisiatif-inisiatif program ECM dengan strategi bisnis. Implementasi ECM secara Big Bang akan beresiko tinggi untuk gagal, implementasi ECM harus dilakukan bertahap dari satu kebutuhan bisnis ke kebutuhan bisnis lainnya yang selaras dengan prioritas strategi bisnis. Sangat dibutuhkan dukungan aktif dari para pemimpin bisnis dalam bentuk komite formal untuk menjaga program-program ECM bisa tetap berjalan sesuai ekspetasi dan mendapat dukungan aktif secara lintas organisasi.
2. Mendefinisikan pengorganisasin konten dengan standarisasi taksonomi dan metadata yg perlu dipatuhi dan termonitor adaptasinya lintas unit bisnis. Kualitas pencarian konten sangat tergantung dari kualitas pengorganisasian konten ini.
3. Mendefinisikan bagaimana aspek pemetaan keamanan konten tersebut dengan penggunaannya di lintas unit bisnis & struktur taksonominya.
4. Pendefinisian standarisasi User Experience dalam mengarahkan user memproduksi, mencari dan mengkomsumsi konten.
5. Evaluasi dan pemilihan modul-modul teknologi ECM beserta perencaan kapasitas teknologinya untuk memenuhi kebutuhan bisnis. Juga strategi ECM untuk terintegrasi dengan sistem-sistem TI lain, misal integrasi dengan sistem ERP dan CRM (kebutuhan proses penjualan, konten untuk marketing branding, dll)
6. Mendefinisikan organisasi SDM yg bertangung jawab dalam pengelolaan konten dengan pembagian tanggung jawab yang jelas antara pihak TI dan Bisnis. Salah satunya, terdapat proses eskalasi isu yg jelas ketika dalam proses pengelolaan atau penggunaan ECM terdapat conflict-of-interest.
7. Pendefinisian prosedur siklus konten, dari konten itu diproduksi secara kolaboratif lintas unit bisnis –> melewati workflow approval lintas unit bisnis dr semenjak konten masih menjadi draft –> hingga ia dipublish untuk bisa diakses secara terbuka sesuai perencanaan hak aksesnya;
8. Pendefinisian business rule –berdasarkan kesepakatan dan pengawasan dari perwakilan tiap unit bisnis yg berkepentingan terhadap konten– tentang kapan dan bagaimana suatu konten perlu di retention sampai di disposal. Tidak selamanya konten terus dipertahankan dalam sistem, selain membebani sistem TI yg dapat menurunkan performa sistem, ada beberapa konten harus mengikuti standar kepatuhan legal sehingga ia harus terhapus baik secara record digital maupun fisik.
9. Integrasi proses-proses pengelolaan konten ke dalam proses-proses bisnis untuk memastikan ECM teradopsi penggunaannya dan selaras dengan kebutuhan-kebutuhan kunci bisnis.
10. Mendefinisikan program-program cultural awareness secara periodik dan berkesinambungan ke berbagai level user bisnis terkait tentang pentingnya penggunaan ECM dalam konteks peingkatan kinerja bisnis mereka, dan bagaimana standar-standar serta prosedur yg perlu dipatuhi dalam menggunakan konten.[]